Cerpen : Sepasang Bola Mata & Pelangi Tanpa Warna . . .

Ada yg Baru Lagi Nich dari Rachel, Cerpen yg berjudul :

"Sepasang Bola Mata & Pelangi Tanpa Warna”


ceritanya Lumayan sedih, cukup terharu, dan ada unsur perpisahan dengan tmen di akhir endingnya & akhirnya ia bisa melihat lagi,,
 yukk lihat selengkapnya . . :)


* * *
Di malam yang dingin.. seorang gadis bernama ‘may’ duduk termenung ditemani sketch book nya yang berisikan semua gambar sketsa manusia. Semua gambar itu hanya di shadding menggunakan black-white dan tidak di’coloring. Ia terus menerus meraba gambar itu sambil bersedih.

“Aku ngin sekali memberikan warna berbeda pada gambar ini. Aku ingin mewarnai dengan color pencilatau water color. Tapi aku tidak bisa..” meskipun ‘may’ terlihat sama dengan anak sebayanya, namun ada sesuatu yang tidak ia miliki.

Seseorang wanita berperawakan tinggi dan agak gemuk berdiri di depan pintu kamar gadis dengan rambut hitam ikal yang terurai sebahu. Orang itu mendekati may dan berkata, “kamu belum tidur?” dengan nada pelan dan sedih may berkata, “ nanti saja, ma.. may belum mengantuk”.

Seorang yang disebut mama oleh may, meninggalkan kamar itu dengan perasaan bersedih karena anak yang ia sayangi juga sedang bersedih. Mama may menuju kamarnya dan langsung mengunci rapat-rapat pintu kamarnya sambil menahan air mata kesedihannya.

“Seharusnya aku saja.. bukan may yang mengalaminya.. “ sang mama menangis sambil menahan  rasa sesak dihatinya yang sudah tidak terbendung lagi karena terus memikirkan anak kesayanggannya yang tidak bisa membedakan warna. Ya, may adalah seorang anak yang dibesarkan tanpa dapat melihat warna dunia. Ia ‘buta warna’.


Disekolahnya, may memang tergolong anak yang sulit bersosialisasi dengan anak lainnya. Ia merasa minder dan malu untuk berbicara kepada yang lainnya, karena may tidak mau kekurangganya diketahui oleh orang lain. Sampai suatu saat, Ibu guru seni budaya menyuruh semua murid untuk menggambar bebas dan diwarnai menggunakan color pencil atau crayon.

Seorang anak dengan rambut kuncir dua, orang yang duduk disebelah kanan may memperhatikan cara may menggambar sampai ia memmberi shadding. “May, kamu kok gambarnya hanya hitam putih..? kenapa tidak diberi warna lain?”, Tanya anak itu dengan wajah bingung.

“A..aku memang tidak mau memberi warna yang lain, nana. Aku lebih suka warna hitam dan putih”. Jawab may lancar menutupi kekurangganya. May mungkin bisa menghindar dari pertanyaan simpleyang diajukan nana, namun si pembuat masalah di kelas itu, Anthony, atau yang biasa disebut ‘an’datang menghampiri may.


“Kamu lagi gambar apa sih..? sini biar aku liat gambarmu. “ , an langsung merampas buku gambar yang ada di atas meja dan memamerkannya ke seluruh anak di kelas itu. Ia mengangkat  buku gambar itu tinggi-tinggi sehingga may tidak bisa menjangkaunya.

“An.. balikin.. sini buku gambarku..!!”

“mana mungkin aku kembalikan padamu? Gambar jelek begini juga.. apa-apaan nih..? apa ini pelangi? Tapi kenapa tidak ada warnanya? Aneh sekali sih..” an bersikeras tidak mengembalikan buku gambar itu pada may.
May hanya tertunduk malu melihat karyanya menjadi bahan tontonan anak satu kelas.

Setiap anak mulai berbisik satu dengan yang lain. Mereka bertanya-tanya alasan may membuat gambar pelangi hitam-putih dan tidak diberi warna. Mereka curiga kalau sebenarnya may itu buta warna. Mereka semua sepakat untuk memberikan test kepada may menggunakan pensil warna. Budi, atau yang akrab dengan sebutan bubu lah yang mengajukan pertanyaan.

May, menurut kamu, ni warna apa ya? Teman-teman bilang ini warna hijau. Kalau menurut kamu ini warna apa?”, pertanyaan yang diajukan bubu memang membuat may bingung harus menjawab apa. Sebenarnya pensil yang dipegang bubu itu melambangkan warna langit, warna air di laut, warna itu warna biru.


“Itu warna hijau kok, bubu. Benar kata yang lainnya.. ehehe..” butir-butir keringat mulai keluar dari kelenjar may. Rasa takut pun mulai timbul.

“HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAAAAA…..May Buta Warna…” serentak seluruh anak dikelas itu mentertawainya dan udah pasti, may di claim buta warna beneran oleh anak satu kelas termasuk teman sebangkunya sendiri. Tetapi hanya ada satu anak yang tdak tertawa, An hanya terdiam kaku. Ia menyesali akibat perbuatan isengnya may menjadi bahan ledekan anak satu kelas. May yang hancur hatinya menerima berbagai hinaan dari teman-temannya “eh.. pantes, gambarnya ngak pernah di warnain ternyata buta warna toh..”  may hanya berlari sambil menutup kedua telinganya dengan tangannya. Ada juga yang menghinanya, ”anak cacat..! sebenarnya bagaimana perasaanmu? Sudah 12 tahun hidup di dunia tanpa warna..? kalau aku seperti itu, aku sudah lama bunuh diri..” may hanya meneruskan langkahnya menuju pintu keluar kelasnya. “May, kutuk saja orang tua’mu karena membuatmu terlahir seperti ini..!” may menguatkan dirinya dan tidak menggubris perkataan teman-temannya.

“kenapa harus aku.. kenapa aku yang mengalaminya, bukan mereka.. Mereka hanya bisa menghinaku tanpa tau perasaan ku..” may terus berlari sampai keluar pintu gerbang sekolahnya. Tanpa sadar, seorang anak laki-laki juga berlari mengejarnya. “Tu.. tunggu, may..” teriak anak itu, dengan usahanya, ia bisa menghentikan may yang berlari kencang.

“Mau apa kamu? Sudah cukup.. apa kamu puas mempermalukanku didepan semua orang? Kamu ngak tau rasa sakit ku menahan seluruh hinaan ini.. karena kamu ngak mengalaminnya, Anthony.” Anthony hanya menatap may dengan perasaan bersalahnya. Ia menyeberang jalan dengan tatapan mata kosong dan tanpa ekspresi. Sesekali ia menoleh may, “Maaf, may.. maaf telah membuat mu bersedih. “ Selesai An mengucapkan kata itu, sebuah mini truk yang melaju kencang tidak kuasa menginjak rem dan Anthony tertabrak. Sopir yang menabrak’ melarikan diri. Anthony hanya dibiarkan tergeletak ditengah jalan sambil berlumuran darah.


“A.. Anthony..  kamu ngak apa-apa? Maafkan aku.. maaf telah membuatmu seperti ini. Maaf..” may menghampiri sosok anak lelaki yang tergulai lemas bersimbah darah di tengah jalan dekat pintu gerbang sekolahnya. Siswa-siswi langsung berhamburan keluar pagar untuk menyaksikan kejadian tragis ini. Para guru sibuk mencari bantuan dan memanggil ambulance untuk menyelamatkan nyawa Anthony.

“May, maaf membuatmu menangis dan bersedih.. maaf aku pada awalnya hanya iri dengan’mu. Kau menggambar dengan sangat bagus, walaupun hanya hitam-putih. Aku tak bisa melakukannya, tapi.. sekarang aku dapat menjukkan kepadamu pelangi yang sesungguhnya. Lihat itu.. dibalik awan hitam itu terdapat lekukan indah yang membentang.” Sesudah mengatakan hal itu, An langsung memejamkan matanya.

“Pelangi.. tetapi, aku hanya bisa melihatnya tanpa warna.” May menangis sekeras-kerasnya. Seluruh siswa menyakskan kejadian itu sambil menangis terharu dan bersedih, semua teman sekelas may yang ada disana ikut menyaksikannya, mereka menyesali apa yang telah mereka lakukan. Anthony pun segera dibawa oleh tim medis menggunakan ambulance ke RS terdekat untuk diberikan pertolongan.  Setelah 2 hari lamanya, Anthony dan May menjadi sosok yang diperbincangkan di sekolah.


 Setelah lulus dari sekolah menengah pertama, May melanjutkan sekolahnya ke tingkat sekolah menengah umum, disana ia lebih aktif mengikuti berbagai kegiatan. Ia juga sering menjadi motivator dalam seminar-seminar antar sekolah. Banyak orang yang merasa  hidupnya lebih beruntung dari may, oleh sebab itu, banyak orang yang lebih mensyukuri apa yang ia dapat daripada memikirkan kelebihan-kelebihan orang lain yang tidak dimilikinya.

“Ke.. kenapa ini.. kok buram..?” may mengucek-ngucek kedua matanya sambil keheranan. “kamu kenapa?” Tanya seorang guru yang mendampingi may ikut dalam seminar.

“e..enggak tau, bu. Mata saya buram.. kenapa sekarang semuanya gelap..? aku ngak bisa melihat apa-apa?”.

Setelah melalui beberapa tahapan pemeriksaan, may di-diagnosis oleh seorang dokter ahli mata menderita kebutaan. May yang kala itu mengetahui keadaannya, langsung shock dan tidak bisa menerimanya.. ia menangis sekuat tenaga.
Didampingi oleh mama’ tercintanya, may mengeluarkan seluruh keluh kesah dan kegundahan dalam hatinya.

ma.. may sekarang buta. May sudah jadi anak yang ngak berguna buat mama..may terima kalau mama kesal punya anak seperti may..” mendengar sang anak tercintanya berbicara seperti itu, mama pun menjawab dengan belaian lembut dan uraian air mata,

 “mama bangga punya anak seperti kamu. Tidak akan ada anak lain yang seperti kamu..” setelah itu, mereka berpelukan sambil menangis.


      Pasien lain, diruangan sebelah may, merasa tersentuh hatinya dan menghampiri Ibu dan anak yang sedang berpelukan.

“Maaf, menggangu, saya pasien ruang sebelah, saya merasa tersentuh mendengar perkataan kalian.” Mama may hanya tersenyum menanggapi perkataan laki-laki yang sebaya dengan anaknya itu.
“su.. suara ini.. aku pernah mendengarnya.. kamu, Anthony kan? Teman smp’ ku?” Tanya may pada orang di sudut ruangan itu. “May?” Anthony adalah pasien kanker otak stadium akhir yang juga dirawat di RS yang sama dengan may. Keduanya mulai akrab dan saling mengobrol, akan tetapi, Anthony tidak menceriakan tentang penyakitnya pada may, karena takut membuatnya semakin bersedih.

Tibalah hari kepulangan may, dokter yang menangani may beranggapan bahwa may masih bisa melihat lagi dengan mencari seorang donor mata, karena ada kemungkinan mata may itu rusak, karena may tidak buta sejak lahir, mungkin harapannya untuk melihat lagi masih ada.

  Saat itu, Anthony sedang kritis, sedangkan May yang bersiap akan pulang, mendengar percakapan dokter yang menangani Anthony bahwa ‘an’ telah meninggal. Kedua orang tua Anthony bersedih mengantar kepergian anaknya dengan isak tangis yang mendalam.

May menghampiri mereka dan bertanya apa semua ini benar. Mereka hanya mengangguk dan memberi tau may kalau satu hari sebelum Anthony meninggal, ia akan menyerahkan kedua bola matanya pada may. May hanya berdiri mematung dan menangis tanpa suara. Saat itu juga, orang tua Anthony turut mendampingi may dalam menjalani operasinya.

Sesudah operasi, Orang tua Anthony menyerahkan buku gambar may yang dulu dirampas oleh an kepada may.
Beberapa hari kemudian, saat perban di kedua mata may dibuka, sang mama terus mendampingi may.

ma, kalau aku buta selamanya bagaimana? Apakah mama tidak malu punya anak seperti aku?” sang mama miris hatinya saat putri kandungnya berbicara seperti itu padanya.

May, apapun hasinya nanti, semuanya sudah mama pasrahkan dalam tangan kuasa Tuhan. Mama tidak akan malu, karena punya anak seperti kamu.. kamu adalah anak mama satu-satunya harta mama yang paling berharga.” Setelah mengucapkan kata itu, dokter membuka penutup mata may dan menyuruhnya membuka mata secara perlahan-lahan.

“ngak terlihat apa-apa dokter.. kenapa semuanya masih gelap? Ataukah karena aku memang tidak dapat melihat lagi..?” may yang mendapati harapannya ‘kan sia-sia berlari walau ia tidak melihat, ia masih bisa menggunakan tongkat nya.

“Nggak adil.. kenapa harus aku..?” may mulai bertanya-tanya terutama pada dirinya sendiri.

“may.. tunggu mama.. kamu mau kemana..?!” sang mama mengejarnya dengan susah payah dan tidak mendapati anak itu.

“hiks.. hiks..” tangis may mulai terdengar dari bawah pohon besar di taman RS itu. Saat itu sedang gerimis. Awan mendung menutupi matahari. Tapi seketika itu juga hujan berhenti. Pelangi pun mulai menampakkan keberadaannya.

“a…apa itu.. ?!?” may menatap ke arah langit yang dilihatnya samar-samar. Ia pun akhirnya dapat melihat pelangi. Tetapi pelangi itu berwarna cerah dan tidak hitam-putih. Ia menangis bahagia, tetapi juga bersedih atas keberhasilannya untuk melihat lagi dan teman SMP’nya Anthony yang rela menyerahkan kedua bola mata yang dapat membuat may menjadi dapat melihat lagi. Terutama dengan warna indah dunia.

Anthony, terimakasih banyak.. berkat  sepasang bola mata yang kau berikan padaku, aku dapat melihat  lagi.. Sekarang aku bisa melihat indahnya warna dunia. dengan sepasang bola mata yang kau berikan ini, Sekarang aku dapat melihat pelangi dengan berbagai warna.. 

* * *



Share:

0 komentar

Teman